Gunung Munara Bogor


           Sejenak meninggalkan gemerlapnya Kota, untuk menikmati indahnya alam ini. Hicking kali ini gue jelong-jelong ke Kabupaten Bogor daerah yang sejuk dan indah ini. Menyimpan pemandangan yang indah, maka kaki gue tertuju ke Gunung Munara. Saya ditemani enam orang ini nekad hanya membawa barang dan kebutuhan seadanya. So, karena ada kesalahan komunikasi yang tadinya berangkat rombongan sama komunitas yang lain, akhirnya gue berangkat enam orang tersebut.

Hicking malam untuk kedua kalinya saya ditemani anak komunitas Militan Nusantara, saya berangkat dari rumah sekitar jam 08.00 WIB. Untuk sampai ke tempat tujuan menempuh sekira sejam lebih. So, karena rumah gue deket dari arah Serpong lewat Parung lalu Rumping dan terakhir Ciseeng. Setelah sampai di basecamp munung munara saya dan teman-teman bergegas untuk melaksankan salat isya dan menunggu teman yang sedang dijalan.
            “Man tempat salat dimana?,” tanya saya  sambil celingak celinguk.
            “lah, kaga tau dah gue, mendingan tanya ama orang tuh,” jawab Hasby.
Setelah bertanya dengan orang kampung tersebut langsung meluncur ke musholah untuk salat, lalu besantai sejenak dijejeran warung sekitar basecamp. Karena perjalanan lumayan jauh membuat perut ini berdetak kencang, lalu mampir di jejeran warung dekat musolah. Sampai di warung langsung mesan yang ada di warung tersebut, karena malam dingin seperti itu enaknya mie rebus dan nasi panas akhirnya gue dan teman memesan mie rebus sambil menunggu teman di jalan menuju basecamp.
Sekitar 10 menit HP gue bunyi.
            “PING..PING.. lagi dimana?, gue udah diparkiran,” baca kiriman BBM dari Rizal.
            “Gue di warung deket musholah ke sini ajah,” jawab saya.
            “Oke,”
Nah akhirnya batang idungnya muncul juga di kegelapan malam, pas banget selesai makan temen saya baru pada dateng dua orang sebut saja Rizal sama Eki satu kampung sama gue. Lima menit menunggu,  karena dia baru dateng dan gue baru beres makan juga. Setelah beres kita masuk loket pembayaran perorang di tarif sekitar 5000 dan 10.000 untuk bayar parkiran karena kita parkir seharian, jadi semuanya 6 orang sekitar Rp60 ribu, beres pembayaran kita langsung berangkat menuju track ke atas gunung. Hicking malam kali ini tanpa persiapan yang matang tanpa senter dan tenda huftt. Apa daya dengan modal nekad langsung berangkat, untungnya ada aplikasi senter di HP lalu berangkat di kegelapannya malam. Saya berangkat jam 10.00 WIB, diperkirakan setengah jam sampai ke tempat camp.
           “Zol kira-kira sampai atas jam berapa?,” tanya saya.
           “Yah sekitar sejam lewat lah,” ujarnya yang mulai bekeringat.
Baru beberapa menit berjalan kita di sambut dengan track menaja yang lumayan membuat keringat ini keluar dari badan. Untungnya mala mini nggak ujan kalao ujan bisa gawat, gumam gue dalam hati. 
Selain jalan yang menajak kita juga dilihatkan pemandang batu besar disetiap jalan yang kita lalui dan akar pohon besar menambah keseruan jalan yang dilalui. Hampir setengah perjalanan kita berhenti sebentar karena mulai kelelahan, ketika itu mata saya tertuju ke bawah. Saya tidak sadar bawah kita sudah setengah perjalanan terlihat ketika gemerlapnya Bogor dari kejauhan. Hati serasa senang dan menambah semangat untuk sampai ke puncak gunung, setelah istirahat sebentar kita langsung melanjutkan perjalanan dan kali ini track menanjatnya lumayan vertical lebih dari track yang tadi.
            “Wah kayanya dikit lagi sampai,” triak Rizal yang mulai ngos-ngosan.
            “Yang benar Zol,” sahut anak-anak yang juga mulai letih.
Dan ternyata itu benar setelah tanjakan yang lumayan vertikal kita bertemu tempat pertama yaitu batu belah. Langsung ajah saya, Hasby, Dede, dan Fahry. Naik ke tempat batu belah tersebut dengan hati-hati satu persatu naik keatas, soalnya untuk naik keatasnya sangat terjal karena kita menaiki batu besar. Alhasil saya hanya sampai setengah saja dan 2 teman saya sampai puncak batu tersebut. Karena kepala saya mulai sempoyongan takut ada sesuatu,  maka saya hanya setengahnya. Mata saya sejenak tak berkedip ketika melihat gunung yang menjulang tinggi disebrang sana yang dikelilingi kabut malam menambah keindahan yang menawan sekira 10 menit diatas. Untuk melanjutkan ke tempat selanjutnya karena malam mulai gelap untuk mencari tempat kemah.
Ketika saya dan teman yang ada diatas mau turun, setelah satu orang sudah turun tinggal dua orang lagi yang mau turun tiba-tiba dua orang tersebut macet dijalan. Karena tidak adanya penerangan akhirnya Fahry dan Dede terhenti di tengah.
            “Eki naik ke atas minta lampu senter satu,” triak saya.
            “Oke naik keatas nih,” jawab Eki dengan suara lantang.
Saya dan Hasby cuman bisa ketawa, soalnya mirip kaya Burung Hantu berdiam di batu belah tersebut yang membuat kita berdua tertawa terbahak-bahak. Ketika lampu senter diarahkan ke dua bocah tersebut.
            “Roy, coba dah senter kearah bocah berdua,” suruhnya.
        “Oke, gue ingin liat reaksinya,,” tegas saya sambil pelan-pelan mengarahkan senter kearah bocah berdua tersebut.
Ketika lampu senter saya arahkan ke dua muka teman saya. Seketika diri saya tak kuat menahan tawa, pas melihat tampang ke dua tersebut menampakan tampang melas. Sehingga perut saya menjadi sakit akibat melihat tampang kedua bocah tersebut. Akhirnya pendaki yang ada ditempat itu menolong kedua bocah tersebut mengarahkan senter kearahnya.
Setelah turun kita pun meneruskan perjalan menuju tempat kemah. Dalam perjalan tak henti-hentinya lawakan dan bully pun keluar yang membuat lelah tak terasa. Akhirnya sudah sampai ke tempat kemah sekitar 12.30 WIB, karena kita tak membawa tenda hanya beralasan altas itupun satu sedangkan orangnya ada 6 orang. Terpaksa kita berebutan untuk tidur di atlas kalau tidak kebagian yang harus tidur sambil duduk.
Semakin malam banyak pendaki datang ke puncak, untungnya ditempat kemah tidak terlalu dingin. Kerana tempat kita kemah dikelilingin batu besar sehingga dingin menetralisir menjadi hangat. Malam pun semakin gelap, bulan yang mulai menyosong menandakan pagi akan tiba, sedangkan satu begadang menjaga kita yang sedang tidur takut ada sesuatu. Waktu mulai berputar malam pun berganti pagi gelap pun mulai meredup berganti cerah.
          “Uy..yy bangun mau ngeliat sunrise ngak?,” triak Hasby samil mengoyahkan teman yang sedang pulas tidur.
          “Hoamzz, emang sekarang jam berapa sih,” sahut Fahry yang mulai bangun sambil melihat jam,“Serius udah jam setengah enam, yah udah yuk” kagetnya.
Karena ada teman satu yang gebluk akhirnya sedikit percikan air jatuh diwajahnya sehingga dia pun kaget. Ketika wajahnya disiram pakai air, akhirnya pagi itu ada hiburan yang membuat kita tertawa. Setelah bangun semua kita langsung bergegas menuju puncak gunug yang lumayan vertikal banget. Badan yang baru bangun harus dipaksa menaiki track yang tinggi dan vertikal, mungkin kalau badan bisa bicara pasti dia nggak mau.
Beberapa menit kemudian jalan menajak itupun ada ujungnya, yupz. Akhirnya kita sampai ke puncak Gunung Munara, disitu sudah banyak para pendaki yang menunggu sunraise hampir mirip kaya orang yang mudik menggunakan kereta api. Kita berenam pun harus berdesak-desakan untuk melihat sunrisenya tapi ternyata setelah menunggu yang lumayan lama. Memang belum jodohnya buat ngeliat sunrisenya huftt. Terpaksa dengan lapang dada kita pun turun kembali ke bawah.
             “Jiahh, di PHPin sama sunraise,” celetuk Hasby kepada keempat temannya.
            “Huhuh sue dah, masa nggak nongol sih,” sahut keempat teman tersebut dengan nada sedikit ke cewa.
             “Btw kunci motor gue kamana yah,” tutur Hasby yang kebingun kunci motornya hilang.
             “Yah, udah tiga orang turun ke tempat kemah lagi malam,” suruhnya.
Akhirnya tiga orang turun ke bawah mencari kunci motornya, tiga orang lagi diatas  bertemu dengan teman satu komunitas nggak enak kalau ditinggal. Sejam berbincang-bincang kita pun pamit untuk turun ke bawah pasalnya teman kita yang ada dibawah sedang menuggu kita.
            “Oh yah, man turunya sambil liat situs lah,” ujar saya memasang muka senang
            “Yah udah,”
Karena saya penasaran dengan Goa Bung Karno langsung bergegas mencarinya tetapi yang saya liat tempat petilasan Sultan Maulan Hasunddin Banten, situs Sendang Gunung Munara, telapak kaki Kabayan dan batu adzan tempat dahulu dijadikan mengumandangkan adzan. Setelah keliling tetapi saya tidak menemukannya, memang nggak jodoh kayanya mah, gumam dalam hati.
Yah, walapun begitu tidak apa yang penting saya melihat banyak sejarah yang ditemui. Tetapi tempat tersebut yang mulai banyak sampah berserakan dimana-mana, itu yang membuat risih melihatnya. Akhirnya tidak sampai sejam kita sampai ke tempat parkiran, memang jalan menurun lebih cepat dari pada menaik. Cukup lima belas menit kita sampai ke tempat parkiran tesebut untuk makan sejenak, setelah itu baru pulang ke rumah masing-masing.

You May Also Like

0 komentar