Travelling, Memotret Beragam Sisi Kehidupan
Judul
buku: Kompas Traveller, Asia & Australia
Pengarang: Myrna Ratna
Penerbit: Kompas
Tahun terbit: Tahun 2013
Pengarang: Myrna Ratna
Penerbit: Kompas
Tahun terbit: Tahun 2013
Sudah lama nggak travelling sekira empat bulan, banyak faktor yang
menghabat-waktu yang tidak pas serta kantong yang tidak mendukung.
Kegelisahan itu akhirnya aku obati dengan membaca buku travelling, agar sedikit
berimajinasi seolah-olah aku sedang travelling. Bukunya berjudul Asia &
Australia yang diterbitkan kompas, penulisnya bernama Myrna Ratna. Buku ini
adalah kumpulan tulisan perjalanan Ratna yang di terbitkan harian Koran Kompas dalam
rentang waktu tahun 2002-2013.
Aku pun mulai membuka satu persatu lembaran
kertas, melihat dua daftar menu, bagian pertama travel di Asia dan kedua
Australia. Untuk mengawalinya aku pun penasaran dengan judul ‘Mengejar Matahari
Gili’. Gili itu daerah mana? Ada apa disana? Saat membaca kalimat pembuka,
ternyata Pulau Gili Trawangan Lombok. Oh, No. Pantai yang indah dan eksotis itu
impian bagi para wisatawan, menghipnotis siapa saja yang mendengar namanya. Dalam
penulisannya Ratnwa piawai dalam
mengolah cerita dengan begitu detail mengambarkan Gili Trawangan, membuatku
terhipnotis dengan pengambarannya yang asyik dan mudah di pahami semua
kalangan. Salah satu kalimat yang menggambarkan pulau Gili Trawangan, “Pesona
itu dimulai dengan matahari yang bulat sempurna berwarna merah menyala.
Pancarannya membuat permukaan laut luntur kemerahan dan langit diselimuti rona
jingga.” (hlm.8), selain menggambarkan keindahanya, Ratna juga
memaparkan sedikitnya informasi untuk sampai ke sana.
Buku yang berisi 126 halaman ini, kita
disajikan beragam cerita dari sisi human interest, sejarah, spot wajib
untuk dikunjungi, dan suasana masyarakat. Misalkan dari sisi kemanusiaanya saat
Ratna menyusuri kota pekalongan timur yang terkenal kota batik itu, mengangkat
para pengrajin batik yang miris tidak ada genarasi untuk meneruskan batik asli
Indonesia, akibat gaji yang menurutku tidak seimbang seperti dalam cerita yang
berjudul Hidup Tak Seindah Lukisan Batik, “Seluruh hidupnya ia berikan
untuk membatik. ‘Kesetia’nya itu dihargai sangat murah, hanya Rp7.000 per hari
dan itu harus dipotong uang makan.” (hlm.48). ibu Siripin, Tarnati, dan Patonah, umurnya sekira
70 dengan setia ia terus melanjutkan pekerjaannya sebagai pengrajin batik.
Sedangkan dari sisi sejarah, saat Ratna
menyambangi negara Jepang menulis
tentang Nara, Catatan Awal Peradaban Jepang, ia menjelaskan sejarah tentang
Nara sebagai pintu masuk agama Buddah di Jepang seperti dalam kalimat ini. “Nara
merupakan pintu masuk penyebaran agama Buddha ke Jepang pada abad keenam.
Sejumlah kuil yang berada di kota ini menjadi saksi bagaimana ajaran itu
kejayaannya dan bertahan sampai millennia berikut.” (hlm.82) Selain itu,
Ratna juga bercerita saat ia datang di negara China bertemu dengan muslim di
China, sedikitnya mencertikan islam masuk ke China.
Tapi disayangkan penataan tulisan yang
dilakukan penulis sangat mengangguku saat membaca, sebab tidak sama rata kiri dan kanan, tidak
beraturan di bagian kanan dan sangat jelas hampir seluruh cerita. Positifnya
foto-foto yang dicantumkan di dalam buku sangat menarik dengan pengambilan angel
yang indah, ditambah gaya bahasa dalam penyampain yang Ratna lakukan begitu
detail dalam memotret setiap kejadian di tempat tersebut.
0 komentar